Indonesia memberikan harapan bagi anak-anak pengungsi untuk masa depan yang lebih cerah

Untuk pertama kali sejak meninggalkan negaranya 1 tahun lalu, Zainab sekarang duduk di ruang kelas. Dia adalah salah satu dari 35 anak-anak pengungsi di Jakarta yang terdaftar di sekolah negeri Indonesia tahun ini.

Anak-anak pengungsi belajar di sekolah dasar lokal berkat dukungan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, serta mitra UNHCR Dompet Dhuafa dan Church World Services.
© Setyoningrum/Dompet Dhuafa

Dengan bantuan mitra UNHCR, Dompet Dhuafa, lebih banyak anak-anak pengungsi dapat berbicara Bahasa Indonesia, sebuah kemampuan yang wajib dimiliki oleh anak-anak agar dapat belajar di sekolah negeri di Indonesia. Pada bulan Maret, tiga guru dari Institut Guru Dompet Dhuafa mulai mengadakan kelas bagi anak-anak pengungsi untuk mempersiapkan mereka masuk ke sekolah-sekolah Indonesia. Dalam beberapa bulan, anak-anak mampu berbicara Bahasa Indonesia dasar dan sekarang berperan sebagai penerjemah bagi orang tuanya, memfasilitasi pemahaman lebih baik dengan komunitas penerima mereka. Dengan dukungan dari Pemerintah Indonesia, Kementrian Pendidikan, mitra UNHCR, Church World Services (CWS), anak-anak pengungsi sekarang mendapatkan tempat di sekolah dekat area tempat tinggal mereka.

“Tidak mudah untuk membuat anak-anak pengungsi dapat belajar di sekolah negeri. Sekarang, dengan dukungan semua orang dan kelas persiapan Bahasa Indonesia, kami melihat hasil positif karena lebih banyak anak-anak terdaftar di sekolah,” kata Ibu Pipit, seorang guru dari Dompet Dhuafa. “Sangat menyenangkan untuk melihat anak-anak pengungsi akhirnya memakai seragam sekolah mereka dan duduk di ruang kelas.”

Saat ini, lebih dari 90% anak-anak pengungsi tidak bersekolah. UNHCR dan mitranya terus memprioritaskan pendidikan formal melalui akses ke sekolah negeri.

“Kami sangat berterima kasih atas semua yang dilakukan oleh UNHCR, Dompet Dhuafa, CWS, dan Pemerintah Indonesia. Anak-anak saya sangat senang karena dapat bersekolah. Mereka terkadang sulit tertidur di malam hari karena mereka terlalu bersemangat untuk kembali ke sekolah,” kata Bapak Abeedh, seorang ayah pengungsi yang memiliki tujuh anak. Kehidupan sangat sulit bagi keluarganya sejak mereka tiba di Indonesia. Sebelumnya dia dan keluarganya melarikan diri dari tanah air mereka ke Indonesia, Bapak Abeedh adalah seorang guru yang dihormati di komunitasnya. Bagi dia, ketidakmampuan membuat anak-anak bersekolah merupakan sebuah pukulan besar bagi seseorang yang berdedikasi tinggi pada pembelajaran. Sejak kehadiran mereka di Indonesia, anak-anak Bapak Abeedh bermimpi untuk kembali ke sekolah.

UNHCR memuji dan mengapresiasi Pemerintah Indonesia karena memperbolehkan anak-anak pengungsi bersekolah di sekolah negeri. Dengan memperbolehkan anak-anak ini mengakses pendidikan dasar, Indonesia memberi contoh di kawasannya dan menghormati kewajibannya sebagai negara pihak Konvensi mengenai Hak-Hak Anak. Terlebih lagi, Indonesia memberikan harapan bagi anak-anak pengungsi untuk masa depan lebih cerah,” kata Thomas Vargas, Representatif UNHCR di Indonesia.