Pada akhir tahun 2016, Presiden Republik Indonesia menandatangani Peraturan Presiden Tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri. Peraturan Presiden tersebut memuat definisi-definisi utama dan mengatur tentang deteksi, penampungan, serta perlindungan pencari suaka dan pengungsi. Berbagai ketentuan yang ada dalam Peraturan Presiden diperkirakan akan segera diterapkan. Hal ini akan membuat Pemerintah Indonesia dan UNHCR bekerja lebih erat, termasuk di bidang registrasi gabungan untuk pencari suaka.
Berada diantara negara – negara penerima pencari suaka dan pengungsi dalam jumlah besar seperti Malaysia, Thailand dan Australia, secara berkelanjutan Indonesia terkena dampak dari pergerakan populasi tercampur (mixed population movements). Setelah penurunan jumlah di akhir tahun 1990-an, jumlah kedatangan pencari suaka ke Indonesia kembali meningkat di tahun 2000, 2001 dan 2002.
Meskipun jumlah kedatangan kemudian menurun lagi pada tahun 2003 – 2008, tren kedatangan kembali meningkat di tahun 2009. Di tahun 2015 dan seterusnya hingga tahun 2019, kedatangan per-tahun kembali menurun. Hingga akhir December 2019, jumlah pengungsi kumulatif di Indonesia tercatat sebesar 13,657 orang dari 45 negara dan lebih dari setengah populasi tersebut datang dari Afghanistan.
Perlindungan yang diberikan UNHCR, dimulai dengan memastikan bahwa pengungsi dan pencari suaka terlindung dari refoulement (yakni perlindungan dari pemulangan kembali secara paksa ke tempat asal mereka di mana hidup atau kebebasan mereka terancam bahaya atau penganiayaan). Perlindungan pengungsi lebih jauh mencakup proses verifikasi identitas pencari suaka dan pengungsi agar mereka dapat terdaftar dan dokumentasi individual dapat dikeluarkan.
Pencari suaka yang telah terdaftar kemudian dapat mengajukan permohonan status pengungsi melalui prosedur penilaian yang mendalam oleh UNHCR, yang disebut sebagai Penentuan Status Pengungsi atau Refugee Status Determination (RSD).
Prosedur ini memberikan kesempatan kepada para pencari suaka secara individual untuk diinterview dalam bahasa ibu mereka oleh seorang staf RSD dan dibantu oleh seorang penerjemah ahli, yang akan menilai keabsahan permintaan perlindungan yang diajukan.
Selanjutnya pencari suaka akan diberikan keputusan, apakah status pengungsi diberikan atau tidak kepadanya, beserta dengan alasannya. Apabila permintaan untuk perlindungan ditolak, prosedur dalam RSD memberlakukan satu kesempatan untuk pengajuan ulang (banding).
Bagi mereka yang mendapatkan status pengungsi, UNHCR akan mencarikan satu dari tiga solusi komprehensif. Secara tradisional, solusi yang memungkinkan terdiri dari penempatan di negara ketiga, pemulangan sukarela (apabila konflik di daerah asal sudah berakhir) atau integrasi lokal di negara pemberi suaka.
Namun, dalam krisis pengungsi global saat ini, dengan lebih dari 70.8 juta orang di seluruh dunia melakukan perpindahan terpaksa, UNHCR bekerja untuk mencari serangkaian solusi lain, termasuk cara – cara sementara bagaimana pengungsi dapat memperoleh kesempatan untuk menjadi mandiri hingga solusi jangka panjang yang sesuai ditemukan; dan solusi pelengkap seperti beasiswa universitas dan kemungkinan penyatuan keluarga yang difasilitasi Negara.
Pencarian sebuah solusi jangka panjang yang layak bagi setiap pengungsi merupakan sebuah proses yang melibatkan berbagai pertimbangan mengenai situasi dan kondisi individu serta keluarga. Solusi yang dicari adalah solusi yang sesuai dengan kebutuhan dari masing-masing pengungsi.