Pengungsi, masyarakat lokal merayakan Hari Pengungsi Sedunia dalam pertunjukan solidaritas dan kepedulian

Waktu menunjukkan pukul 10.30 pagi dan matahari bersinar terik di atas kota Jakarta. puluhan warga Jakarta dari berbagai usia duduk di depan rumah tradisional Betawi, berlokasi di kawasan padat penduduk. Mereka berkumpul untuk merayakan Hari Pengungsi Sedunia yang jatuh pada tanggal 20 Juni. Di antara para tamu yang datang tampak sejumlah anggota dari Forum Anak dan anak-anak pengungsi yang tinggal tak jauh dari perkampungan tersebut.

Young Indonesians take part in a WRD commemoration by performing a traditional Betawi dance in Jakarta. @UNHCR/T. Kurniasari

Hari Pengungsi Sedunia diperingati setiap tahun untuk mengakui kekuatan, semangat dan ketabahan jutaan pengungsi di dunia. UNHCR meluncukan kampanye — #WithRefugees – sejak Juni 2016 untuk mendorong setiap orang, termasuk pemerintah dan masyarakat yang menjadi tempat transit para pengungi untuk bersama-sama menangani krisis pengungsi global dalam semangat saling berbagi tanggung jawab membantu pengungsi yang membutuhkan bantuan.

Acara di kampung Betawi tersebut meliputi pertunjukan ragam budaya meliputi pertunjukan multibudaya dari masyarakat lokal dan pengungsi. Dua perempuan Indonesia tampil di atas panggung untuk membawakan tarian tradisional Betawi, diikuti dengan pertunjukan bela diri dari sekelompok anak muda dari Forum Anak. Dua pengungsi Afghanistan membawakan tarian tradisional dari negara mereka.

Pengungsi dari Afghanistan membawakan tari tradisional di depan tamu undangan pada acara peringatan Hari Pengungsi Sedunia di Jakarta. @UNHCR/T. Kurniasari

Ketua Forum Anak, Reza, mendorong komunitas lokasi untuk menerima para pengungsi. “Mereka [pengungsi] bagaikan hilang arah terpaksa meninggalkan negara sendiri dan mengemis di negara lain untuk mendapat pembelaan demi memperjuangkan sisa hidup,” ujar Reza. “Jadi buat kalian jangan pernah ada rasa rasis kepada mereka,” tambahnya.

Reza dan anggota Forum Anak juga mengundang para pengungsi untuk datang ke acara-acara mereka yang akan datang. “Bisa ngadain futsal bareng. Saya terbuka sekali kepada anak-anak shelter jika mereka ingin mengisi acara Tujuh Belasan,” kata Reza. Saat Hari Kemerdekaan, masyarakat di seluruh Indonesia biasanya mengadakan berbagai kegiatan seperti permainan tradisional dan pertandingan olahraga.

Salah seorang tokoh masyarakat, Faried, mengajak masyarakat untuk membantu para pengungsi. “Ibu-Ibu, tolong adik-adik pengungsi ini dibantu. Untuk adik-adik pengungsi, kalau ada apa-apa silakan mampir ke sini. Semua diundang kalau kami ada acara,” ujar Faried.

Para tamu juga berikrar untuk bahu-membahu untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik untuk anak-anak dengan membubuhkan cap tangan mereka pada papan putih. Para tamu lalu dijamu dengan hidangan lezat saat para pengungsi menyiapkan makanan tradisional dari negara mereka, seperti nasi biryani. “Keliatannya enak ya. Seperti nasi kebuli,” celetuk sejumlah tamu perempuan.

“Anak-anak [pengungsi] semangat masak untuk acara hari ini. Mereka menyiapkan makanan semalaman,” ujar Hernowo Berhmans dari Yayasan Tunas Cilik, salah satu rekan kerja UNHCR.

Seorang pengungsi memamerkan cap tangannya sebagai bentuk gerakan solidaritas untuk mendukung anak-anak. @UNHCR/Thomas Vargas

Para pengungsi di sejumlah tempat di Ibukota juga memperingati Hari Pengungsi Sedunia dengan berbagai cara. Para pengungsi perempuan, misalnya, mengikuti kontes tata rias wajah dan peragaan busana yang diadakan oleh rekan kerja UNHCR Church World Service. Sepuluh perempuan memamerkan ketrampilan mereka dalam merias wajah dan berbusana, sementara para pengungsi lain menyemangati mereka.

Perwakilan dari masyarakat setempat, Ismaniasita, dikenal sebagai Is, menghadiri acara tersebut dan bertindak sebagai salah satu juri. “Ketika mereka [para pengungsi perempuan] datang ke sini, beberapa orang datang dan tanya ke saya siapa orang-orang ini. Saya jelaskan tentang keadaan pengungsi, bahwa mereka perlu perlindungan. Sekarang masyarakat menerima mereka,” ujar Is.

“Saya juga minta kepada para pengungsi untuk selalu senyum saat mereka bertemu masyarakat sekitar. Tersenyum adalah bagian dari budaya Indonesia dan penting untuk memberikan kesan ramah pada masyarakat,” tambahnya.

Pengungsi lainnya, Raisa, bersyukur bisa berpartisipasi dalam lomba tata rias. “Kami senang dan kami merasa tidak sendirian di sini. Kami sangat bersyukur dapat mengikuti acara ini. Kami berharap bisa mendapat kelas tata rias/kelas menjadhit yang dapat berguna bagi kami,” ujar Raisa.

Seorang tokoh masyarakat, Irdar, yang menghadiri peringatan Hari Pengungsi Sedunia yang diselenggarakan di kawasan lain di Jakarta, menerima pengungsi di lingkungan tersebut dan berharap mereka dapat melanjutkan aspirasi positif mereka dan berharap suatu saat nanti para pengungsi bisa berkumpul kembali dengan keluarga mereka dalam lingkungan yang damai.

Representatif UNHCR Indonesia Thomas Vargas (rompi biru) berjabat tangan dengan tokoh masyarakat di Jakarta, mengucapkan rasa terima kasih pada masyarakat yang telah menerima pengungsi di lingkungan mereka. @UNHCR/A.F. Siregar

Para pengungsi berterima kasih atas keramahan masyarakat lokal yang telah menerima mereka. Hal ini yang mendorong mereka untuk belajar budaya Indonesia dan Bahasa Indonesia.