Guru pengungsi memberdayakan kaum muda di Indonesia

Terlepas dari segala tantangan yang dihadapi, pengungsi Afghanistan Ali tak melupakan hasratnya untuk mengajar anak-anak. Sebelumnya, ia pernah mengajar pemrograman situs dan desain situs untuk para pengungsi di Pekanbaru, Riau. Kini, seluruh muridnya dapat mendesain situs web.

Ali mengajar Bahasa Inggris, matematika dan ilmu komputer di akomodasi pengungsi. ©UNHCR/M. Syukri

Lahir 33 tahun lalu di sebuah desa kecil di Ghazni, Afghanistan, Ali menemukan hasrat mengajar anak-anak muda di kotanya setelah menerima gelar sarjana di bidang ilmu computer di Kabul.

Ali, yang juga belajar Bahasa Inggris dan ilmu computer selama tiga tahun di Pakistan, mengajar Bahasa Inggris dan komputer untuk anak-anak di kota kelahirannya dengan harapan mereka mendapatkan masa depan yang lebih cerah. Sayangnya, ancaman dan serangan yang dilancarkan oleh kelompok ekstrimis yang mengancam Ali untuk berhenti mengajar, memaksanya untuk lari dari negaranya. Di tahun 2014, ia sampai di Pekanbaru dan ditahan di Rumah Detensi Imigrasi (rudenim).

Di dalam rudenim, ia menyaksikan betapa banyaknya anak-anak dan pemuda yang tak mendapatkan akses pendidikan dan ia lalu mengajarkan Bahasa Inggris kepada anak-anak tersebut dengan sukarela. “Jangan menunggu orang lain untuk membantu Anda. Anda bisa membantu diri Anda sendiri dan komunitas Anda dengan kemampuan Anda,” kata Ali. Saat ia keluar dari rudenim dan tinggal di akomodasi komunitas yang disediakan oleh International Organization for Migration (IOM), Ali melanjutkan kegiatan mengajar. Ia berkembang dengan menyebarkan energi positif dengan mengajar Bahasa Inggris, matematika dan ketrampilan komputer dasar. Dengan dibantu istrinya, ia menciptakan modul matematika yang telah disesuaikan dengan kebutuhan komunitasnya.

Ali (paling kanan) menciptakan modul matematika bersama istrinya. ©UNHCR/M. Syukri

Ali selalu terlihat ceria di depan murid-muridnya meskipun ia juga sibuk mengurus anak laki-lakinya yang berusia satu tahun. Dalam kurun waktu 10 bulan, ia telah mengajar pemrograman situs web dan pendisainan situs web.

Tantangan terbesar yang dirasakannya adalah kurangnya materi pengajaran dan fasilitas kelas. Untuk mengisi kekurangan ini, Ali mengunduh sejumlah buku elektronik demi menyediakan materi belajar-mengajar yang cukup bagi murid-muridnya. Ia dan para muridnya mengumpulkan uang untuk membeli proyektor kecil untuk di kelas.

Ali bangga karena beberapa muridnya telah mengembangkan situs web mereka sendiri. Beberapa di antaranya bahkan mengajari anak-anak lain. “Saya bangga karena sejumlah murid saya memilki inisiatif untuk mengajari anak-anak lain. Ini virus yang baik,” kata Ali.

Murid-murid Ali berbagi kekaguman mereka dan mengatakan bahwa Ali mengajarkan mereka untuk percaya diri. “Saya belajar untuk menjadi percaya diri. Awalnya, saya bahkan tidak bisa berdiri di depan kelas,” kata seorang pengungsi, Sahira. “Melalui kelas ini, saya bisa membuat presentasi, berdebat dan bahkan membuat situs web saya sendiri,” katanya. Ia juga ingin membantu anak-anak yang tidak mampu sepertinya, termasuk anak-anak Indonesia untuk belajar tentang pemrograman.